Selasa, 07 Agustus 2012

SHOLAT IDUL FITRI 1433 H.

PIMPINAN CABANG MUHAMMADIYAH PERUMNAS  SIMALINGKAR
MENGUCAPKAN 
SELAMAT IDUL FITRI 1433 H.
TAQABALALLAHU MINNA WA MINKUM



HUKUM SHALAT IED
Oleh
Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah :
"Kami menguatkan pendapat bahwa shalat Ied hukumnya wajib bagi setiap individu (fardlu 'ain), sebagaimana ucapan Abu Hanifah[1] dan selainnya. Hal ini juga merupakan salah satu dari pendapatnya Imam Syafi'i dan salah satu dari dua pendapat dalam madzhab Imam Ahmad.
Adapun pendapat orang yang menyatakan bahwa shalat Ied tidak wajib, ini sangat jauh dari kebenaran. Karena shalat Ied termasuk syi'ar Islam yang sangat agung. Manusia berkumpul pada saat itu lebih banyak dari pada berkumpulnya mereka untuk shalat Jum'at, serta disyari'atkan pula takbir di dalamnya.
Sedangkan pendapat yang menyatakan bahwa shalat Ied hukumnya fardhu kifayah adalah pendapat yang tidak jelas. [Majmu Fatawa 23/161]
Berkata Al-Allamah Asy Syaukani dalam "Sailul Jarar" (1/315).[2]  "Ketahuilah bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam terus menerus mengerjakan dua shalat Id ini dan tidak pernah meninggalkan satu kalipun. Dan beliau memerintahkan manusia untuk keluar mengerjakannya, hingga menyuruh wanita-wanita yang merdeka, gadis-gadis pingitan dan wanita haid.
Beliau menyuruh wanita-wanita yang haid agar menjauhi shalat dan menyaksikan kebaikan serta dakwah kaum muslimin. Bahkan beliau menyuruh wanita yang tidak memiliki jilbab agar dipinjamkan oleh saudaranya.[3]

Semua ini menunjukkan bahwa shalat Ied hukumnya wajib dengan kewajiban yang ditekankan atas setiap individu bukan fardhu kifayah. Perintah untuk keluar (pada saat Id) mengharuskan perintah untuk shalat bagi orang yang tidak memiliki uzur. Inilah sebenarnya inti dari ucapan Rasul, karena keluar ke tanah lapang merupakan perantara terlaksananya shalat. Maka wajibnya perantara mengharuskan wajibnya tujuan dan dalam hal ini kaum pria tentunya lebih diutamakan daripada wanita".
Kemudian beliau Rahimahullah berkata : "Diantara dalil yang menunjukkan wajibnya shalat Ied adalah : Shalat Ied dapat menggugurkan kewajiban shalat Jum'at apabila bertetapan waktunya (yakni hari Ied jatuh pada hari Jum'at -pen)[4]. Sesuatu yang tidak wajib tidak mungkin dapat menggugurkan sesuatu yang wajib. Dan sungguh telah jelas bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam terus menerus melaksanakannya secara berjama'ah sejak disyari'atkannya sampai beliau meninggal. Dan beliau menggandengkan kelaziman ini dengan perintah beliau kepada manusia agar mereka keluar ke tanah lapang untuk melaksanakan shalat Ied"[5]
Berkata Syaikh kami Al-Albani dalam "Tamamul Minnah" (hal 344) setelah menyebutkan hadits Ummu Athiyah : "Maka perintah yang disebutkan menunjukkan wajib. Jika diwajibkan keluar (ke tanah lapang) berarti diwajibkan shalat lebih utama sebagaimana hal ini jelas, tidak tersembunyi. Maka yang benar hukumnya wajib tidak sekedar sunnah ......"
[Disalin dari buku Ahkaamu Al'Iidaini Fii As Sunnah Al-Muthahharah, edisi Indonesia Hari Raya Bersama Rasulullah oleh Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al Atsari, terbitan Pustaka Al-Haura', penerjemah Ummu Ishaq Zulfa Husein]

Foote Note
[1].   Lihat "Hasyiyah Ibnu Abidin 2/166 dan sesudahnya
[2].   Shiddiq Hasan Khan dalam "Al-Mau'idhah Al-Hasanah" 42-43
[3].   Telah tsabit semua ini dalam hadits Ummu Athiyah yang dikeluarkan oleh Bukhari (324), (352), (971), (974), (980), (981) dan (1652). Muslim (890), Tirmidzi (539), An-Nasaa'i (3/180) Ibnu Majah (1307) dan Ahmad (5/84 dan 85).
[4]. Sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah -tatkala bertemu hari Id dengan hai Jum'at- Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : (1 hadits) "Artinya : Telah berkumpul pada hari kalian ini dua hari raya. Barangsiapa yang ingin (melaksanakan shalat Id) maka dia telah tercukupi dari shalat Jum'at ...." [Diriwayatkan Abu Daud (1073) dan Ibnu Majah (1311) dan sanadnya hasan. Lihat "Al-Mughni" (2/358) dan "Majmu Al-Fatawa" (24/212).
[5]. Telah lewat penyebutan dalilnya. Lihat "Nailul Authar" (3/382-383) dan "Ar-Raudlah An-Nadiyah" (1/142).



UCAPAN SELAMAT PADA HARI IED
Oleh
Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid Al Halabi Al Atsari


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ditanya tentang ucapan selamat pada hari raya maka beliau menjawab [1] :
"Ucapan pada hari raya, di mana sebagian orang mengatakan kepada yang lain jika bertemu setelah shalat Ied :
Taqabbalallahu minnaa wa minkum "
Artinya : Semoga Allah menerima dari kami dan dari kalian"

Dan ( Ahaalallahu 'alaika), dan sejenisnya, ini telah diriwayatkan dari sekelompok sahabat bahwa mereka mengerjakannya. Dan para imam memberi rukhshah untuk melakukannya seperti Imam Ahmad dan selainnya, akan tetapi Imam Ahmad berkata : Aku tidak pernah memulai mengucapkan selamat kepada seorangpun, namun bila ada orang yang mendahuluiku mengucapkannya maka aku menjawabnya. Yang demikian itu karena menjawab ucapan selamat bukanlah sunnah yang diperintahkan dan tidak pula dilarang. Barangsiapa mengerjakannya maka baginya ada contoh dan siapa yang meninggalkannya baginya juga ada contoh, wallahu a'lam.[2]
Berkata Al Hafidh Ibnu Hajar[3] : "Dalam "Al Mahamiliyat" dengan isnad yang hasan dari Jubair bin Nufair, ia berkata : "Artinya : Para sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bila bertemu pada hari raya, maka berkata sebagian mereka kepada yang lainnya : Taqabbalallahu minnaa wa minka (Semoga Allah menerima dari kami dan darimu)".
Ibnu Qudamah dalam "Al-Mughni" (2/259) menyebutkan bahwa Muhammad bin Ziyad berkata : "Aku pernah bersama Abu Umamah Al Bahili dan selainnya dari kalangan sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka bila kembali dari shalat Id berkata sebagiannya kepada sebagian yang lain : Taqabbalallahu minnaa wa minka
Imam Ahmad menyatakan : "Isnad hadits Abu Umamah jayyid (bagus)" [4] Adapun ucapan selamat : (Kullu 'aamin wa antum bikhair) atau yang semisalnya seperti yang banyak dilakukan manusia, maka ini tertolak tidak diterima, bahkan termasuk perkara yang disinggung dalam firman Allah.
"Artinya : Apakah kalian ingin mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik.?"

[Disalin dari buku Ahkaamu Al Iidaini Fii Al Sunnah Al Muthahharah, edisi Indonesia Hari Raya Bersama Rasulullah, oleh Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari, terbitan Pustaka Al-Haura', penerjemah Ummu Ishaq Zulfa Husein]

Rabu, 18 Juli 2012

MAKLUMAT PP MUHAMMADIYAH


PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH

MAKLUMAPIMPINAN PUSAMUHAMMADIYAH Nomor : 01/MLM/I.0/E/2012
TENTANG PENETAPAN HASIL HISAB
RAMADHAN, SYAWWALDAN DZULHIJJAH 1433 HIJRIYAH


 Assalamualaikuwr., wb.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan ini mengumumkan hasil hisab Ramadhan, Syawwal, dan Dzulhijjah 1433 Hijriyah sesuai hisab hakikwujuduhilal yang dipedomanoleh MajeliTarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah sebagai berikut:

A RAMADHAN 1433 H
1.   Ijtimak jelang Ramadhan 1433 H terjadi pada hari Kamis Wage, 19 Juli 2012 M
pukul 11:25:24 WIB.
2.   Tinggi Bulan pada saat terbenam Matahari di Yogyakarta (f = -07° 48¢ dan l = 110°
21¢ BT) adalah +01° 38¢ 40² (hilal sudah wujud), dan di seluruh wilayah Indonesipada saat terbenam Matahari tersebut Bulan berada di atas ufuk.

B.  SYAWWAL 1433 H
1.   Ijtimak jelang Syawwal 1433 H terjadi pada hari Jumat Pon, 17 Agustus 2012 M
pukul 22:55:50 WIB.
2.   Tinggi Bulan pada saat terbenam Matahari di Yogyakarta (f = -07° 48¢ dan l = 110°
21¢ BT) adalah -04° 37¢ 51² (hilal belum wujud) dan di seluruh wilayah Indonesipada saat terbenam Matahari tersebut Bulan berada di bawah ufuk.

C.   DZULHIJJA1433 H
1.   Ijtimak jelang Dzulhijjah 1433 H terjadi pada hari Senin Pahing, 15 Oktober 2012 M
pukul 19:03:56 WIB.
2.   Tinggi Bulan pada saat terbenam Matahari di Yogyakarta (f = -07° 48¢ dan l = 110°
21¢ BT) adalah -02° 32¢ 36² (hilal belum wujud) dan di seluruh wilayah Indonesipada saat terbenam Matahari tersebut Bulan berada di bawah ufuk.

Berdasarkan  hasi hisab  tersebu mak Pimpinan  Pusat  Muhammadiyah  menetapkan bahwa:
1.   Tanggal 1 Ramadhan 1433 H jatuh pada hari Jumat Kliwon 20 Juli 2012 M.
2.   Tanggal 1 Syawwal 1433 H jatuh pada hari Ahad Kliwon 19 Agustu2012 M.
3.   Tanggal 1 Dzulhijjah 1433 H jatuh pada hari Rabu Wage 17 Oktober 2012 M.
4.   Hari Arafah (9 Dzulhijjah 1433 H) jatuh pada hari Kamis Pahing 25 Oktober 2012 M.
5.   Idul Adha (10 Dzulhijjah 1433 H) jatuh pada hari Jumat Pon 26 Oktober 2012 M.


Demikian himbauan ini disampaikan untuk dilaksanakan dan agar menjadi panduan bagwarga Muhammadiyah dalam menyambut bulan suci Ramadhan 1433 H. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita, amien ya Rabbal
Alamin.

Wassalamualaikuwr. wb.

Yogyakarta, 25 Rajab 1433 H
15 Jun 2012 M

Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Ketua Umum,                     Sekretaris Umum,




ProfDrHMDin Syamsuddin, M.A        DrH. Agung Danarto, M.Ag.     NBM563653      

Senin, 23 April 2012

Sabtu, 14 April 2012

PIMPINAN RANTING MUHAMMADIYAH 1996-2000

Kita Merindukan Kebersamaan ...
PRM KEMUNING 95-2000

PRM DELIMA 95-2000

PRM FLAMBOYAN 95-2000

PCM PERUMNAS SIMALINGKAR 95-2000

Syarif Helmi Harefa

Arisman

PRM MAWAR 95-2000
PelantikanPRMSimalingkar95-2000

PelantikanPRMSimalingkar95-2000

PelantikanPRMSimalingkar95-2000

Poniman A.W. 
PelantikanPRMSimalingkar95-2000

Arisman-Harefa-Dailami 
PelantikanPRMSimalingkar95-2000