PIMPINAN CABANG MUHAMMADIYAH PERUMNAS SIMALINGKAR
MENGUCAPKAN
SELAMAT IDUL FITRI 1433 H.
TAQABALALLAHU MINNA WA MINKUM
HUKUM SHALAT IED
Oleh
Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari
Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah :
"Kami menguatkan pendapat bahwa
shalat Ied hukumnya wajib bagi setiap individu (fardlu 'ain), sebagaimana
ucapan Abu Hanifah[1] dan selainnya. Hal ini juga merupakan salah satu dari
pendapatnya Imam Syafi'i dan salah satu dari dua pendapat dalam madzhab Imam
Ahmad.
Adapun pendapat orang yang menyatakan
bahwa shalat Ied tidak wajib, ini sangat jauh dari kebenaran. Karena shalat Ied
termasuk syi'ar Islam yang sangat agung. Manusia berkumpul pada saat itu lebih
banyak dari pada berkumpulnya mereka untuk shalat Jum'at, serta disyari'atkan
pula takbir di dalamnya.
Sedangkan pendapat yang menyatakan bahwa
shalat Ied hukumnya fardhu kifayah adalah pendapat yang tidak jelas. [Majmu
Fatawa 23/161]
Berkata Al-Allamah Asy Syaukani dalam
"Sailul Jarar" (1/315).[2] "Ketahuilah
bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam terus menerus mengerjakan dua
shalat Id ini dan tidak pernah meninggalkan satu kalipun. Dan beliau
memerintahkan manusia untuk keluar mengerjakannya, hingga menyuruh
wanita-wanita yang merdeka, gadis-gadis pingitan dan wanita haid.
Beliau menyuruh wanita-wanita yang haid
agar menjauhi shalat dan menyaksikan kebaikan serta dakwah kaum muslimin.
Bahkan beliau menyuruh wanita yang tidak memiliki jilbab agar dipinjamkan oleh
saudaranya.[3]
Semua ini menunjukkan bahwa shalat Ied hukumnya wajib dengan kewajiban yang ditekankan atas setiap individu bukan fardhu kifayah. Perintah untuk keluar (pada saat Id) mengharuskan perintah untuk shalat bagi orang yang tidak memiliki uzur. Inilah sebenarnya inti dari ucapan Rasul, karena keluar ke tanah lapang merupakan perantara terlaksananya shalat. Maka wajibnya perantara mengharuskan wajibnya tujuan dan dalam hal ini kaum pria tentunya lebih diutamakan daripada wanita".
Semua ini menunjukkan bahwa shalat Ied hukumnya wajib dengan kewajiban yang ditekankan atas setiap individu bukan fardhu kifayah. Perintah untuk keluar (pada saat Id) mengharuskan perintah untuk shalat bagi orang yang tidak memiliki uzur. Inilah sebenarnya inti dari ucapan Rasul, karena keluar ke tanah lapang merupakan perantara terlaksananya shalat. Maka wajibnya perantara mengharuskan wajibnya tujuan dan dalam hal ini kaum pria tentunya lebih diutamakan daripada wanita".
Kemudian beliau Rahimahullah berkata : "Diantara
dalil yang menunjukkan wajibnya shalat Ied adalah : Shalat Ied dapat
menggugurkan kewajiban shalat Jum'at apabila bertetapan waktunya (yakni hari
Ied jatuh pada hari Jum'at -pen)[4]. Sesuatu yang tidak wajib tidak mungkin
dapat menggugurkan sesuatu yang wajib. Dan sungguh telah jelas bahwa Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam terus menerus melaksanakannya secara berjama'ah
sejak disyari'atkannya sampai beliau meninggal. Dan beliau menggandengkan
kelaziman ini dengan perintah beliau kepada manusia agar mereka keluar ke tanah
lapang untuk melaksanakan shalat Ied"[5]
Berkata Syaikh kami Al-Albani dalam
"Tamamul Minnah" (hal 344) setelah menyebutkan hadits Ummu Athiyah : "Maka
perintah yang disebutkan menunjukkan wajib. Jika diwajibkan keluar (ke tanah
lapang) berarti diwajibkan shalat lebih utama sebagaimana hal ini jelas, tidak
tersembunyi. Maka yang benar hukumnya wajib tidak sekedar sunnah ......"
[Disalin dari
buku Ahkaamu Al'Iidaini Fii As Sunnah Al-Muthahharah, edisi Indonesia Hari Raya
Bersama Rasulullah oleh Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al
Atsari, terbitan Pustaka Al-Haura', penerjemah Ummu Ishaq Zulfa Husein]
Foote Note
[1]. Lihat "Hasyiyah Ibnu Abidin 2/166 dan sesudahnya
[2]. Shiddiq Hasan Khan dalam "Al-Mau'idhah Al-Hasanah" 42-43
[3]. Telah tsabit semua ini dalam hadits Ummu Athiyah yang dikeluarkan
oleh Bukhari (324), (352), (971), (974), (980), (981) dan (1652). Muslim (890),
Tirmidzi (539), An-Nasaa'i (3/180) Ibnu Majah (1307) dan Ahmad (5/84 dan 85).
[4]. Sebagaimana dalam hadits
Abu Hurairah -tatkala bertemu hari Id dengan hai Jum'at- Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda : (1 hadits) "Artinya : Telah berkumpul pada
hari kalian ini dua hari raya. Barangsiapa yang ingin (melaksanakan shalat Id)
maka dia telah tercukupi dari shalat Jum'at ...." [Diriwayatkan Abu Daud
(1073) dan Ibnu Majah (1311) dan sanadnya hasan. Lihat "Al-Mughni" (2/358)
dan "Majmu Al-Fatawa" (24/212).
[5]. Telah lewat penyebutan
dalilnya. Lihat "Nailul Authar" (3/382-383) dan "Ar-Raudlah
An-Nadiyah" (1/142).
UCAPAN SELAMAT PADA HARI IED
Oleh
Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid Al Halabi Al Atsari
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ditanya tentang ucapan selamat pada hari raya maka beliau menjawab [1] :
"Ucapan pada hari raya, di mana sebagian orang
mengatakan kepada yang lain jika bertemu setelah shalat Ied :
Taqabbalallahu
minnaa wa minkum "
Artinya : Semoga Allah menerima dari kami dan dari
kalian"
Dan ( Ahaalallahu 'alaika), dan sejenisnya, ini telah diriwayatkan dari sekelompok sahabat bahwa mereka mengerjakannya. Dan para imam memberi rukhshah untuk melakukannya seperti Imam Ahmad dan selainnya, akan tetapi Imam Ahmad berkata : Aku tidak pernah memulai mengucapkan selamat kepada seorangpun, namun bila ada orang yang mendahuluiku mengucapkannya maka aku menjawabnya. Yang demikian itu karena menjawab ucapan selamat bukanlah sunnah yang diperintahkan dan tidak pula dilarang. Barangsiapa mengerjakannya maka baginya ada contoh dan siapa yang meninggalkannya baginya juga ada contoh, wallahu a'lam.[2]
Berkata Al Hafidh Ibnu Hajar[3] : "Dalam
"Al Mahamiliyat" dengan isnad yang hasan dari Jubair bin Nufair, ia
berkata : "Artinya : Para sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bila
bertemu pada hari raya, maka berkata sebagian mereka kepada yang lainnya :
Taqabbalallahu minnaa wa minka (Semoga Allah menerima dari kami dan
darimu)".
Ibnu Qudamah dalam "Al-Mughni" (2/259)
menyebutkan bahwa Muhammad bin Ziyad berkata : "Aku pernah bersama Abu
Umamah Al Bahili dan selainnya dari kalangan sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam. Mereka bila kembali dari shalat Id berkata sebagiannya kepada
sebagian yang lain : Taqabbalallahu
minnaa wa minka
Imam Ahmad menyatakan : "Isnad hadits Abu
Umamah jayyid (bagus)" [4] Adapun ucapan selamat : (Kullu 'aamin wa antum
bikhair) atau yang semisalnya seperti yang banyak dilakukan manusia, maka ini
tertolak tidak diterima, bahkan termasuk perkara yang disinggung dalam firman
Allah.
"Artinya : Apakah kalian ingin mengambil
sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik.?"[Disalin dari buku Ahkaamu Al Iidaini Fii Al Sunnah Al Muthahharah, edisi Indonesia Hari Raya Bersama Rasulullah, oleh Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari, terbitan Pustaka Al-Haura', penerjemah Ummu Ishaq Zulfa Husein]